Rabu, 14 November 2012

POLITIK ETIS

Perdebatan antara golongan-golongan politik di Belanda mengenai bagaimana cara dan dengan cara apa mengeksploitasi koloni tidak kunjung selesai. Politik kolonial konservatif yang dianggap kuno itu diserang oleh golongan liberal yang akan menguntungkan kedua belah pihak, penjajah dan terjajah, tetapi kenyataannya pihak terjajah tinggal terbelakang. Selanjutnya politik kolonial liberal itu tidak lepas dari kritikan golongan etis yang tengah muncul di panggung politik. Sebagai golongan baru yang mewakili zamannya maka idenya disesuaikan dengan kepentingan zaman. Eksploitasi dan kesejahteraan koloni harus dilakukan bersama tanpa berat sebelah. Kemudian muncullah Van Deventer yang mengatakan bahwa Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda memulihkan keuangannya meskipun dengan penuh pengertian, oleh sebab itu sudah sewajarnya kalau kebaikan orang Indonesia itu dibayar kembali. Oleh karena itu menurut Van Deventer ―hutang budi‖ itu harus di bayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui triasnya yang terdiri dari ―Irigasi, Edukasi dan emigrasi‖. Keuntungan yang diperoleh oleh pemerintah kolonial Belanda dari dari hasil eksploitasi kekayaan Nusantara begitu besar. Keuntungan yang terutama diperoleh darai tanam paksa ini dipergunkan untuk kepentingan pemerintah di negeri belanda, seperti untuk melunasi utang –utang, menurunkan pajak, membangun rel kereta apai, dan untuk kepentingan pertahanan. Van deventer dalam majalah De Gids menyebutkan jutaan gulden yang dihasilkan dari Hindia –Belanda itu sebagai Een Ereschuld, atau ― utang kehormatan ―. Menurut tokoh liberal ini, negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia atas semua kekayaan yang telah diperas dari hindia Belada dan ― utanag kehormatan ― itu sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Hindia Belanda di dalam kebikana kolonial

Tulisan Van deventer dan para pengecam dari kelompok politisi liberal lainnya seperti Van dedem, Van kol, De Waal, dan Van den Berg, ternyata berpengaruh besar. Proses politik pun terus bergulir, hingga tahun 1901 ratu Wilhemina mengumumkan perlunya suatu penyelidikan tentang kesejahtraan rakyat Jawa. Inilah yang disebut politik etis. Van Deventer yang kemudian dikenal sebagai ‖Bapak Pergerkan Politik Etis‖ telah menempatkan kesejahtraan penduduk pribumi diatas segala-galanya dan ia menjadi penentang kemiskinan di jawa sebagai akibat tanam paksa.

Politik etis memberikan edukasi ( pendidikan ), emigrasi ( Pemindahan penduduk ), dan Irigasi ( pengairan) bagi penduduk pribumi Pendidikan yang diberikan kepada rakyat pribumi ternyata telah melahirkan kelompok elite intelekltual. Mereka yang mendapat yang mendapat pendidikan abrat ini bukan saja menyerap ilmu pengetahuan barat, tetapai sekaligus juga dinagkitkan kesadrannya sebagai bangsa. Jadi, pendidikan Barat yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial ternyata bagai senjata makan tuan. Dari kalangan intelektual inilah muncul tokoh –tokoh pergerakan kebangsaan yang melahirkan berbagai organisasi pergerakan Hindia –Belanda

Selasa, 13 November 2012

POLITIK KOLONIAL MENJELANG AKHIR ABAD KE-19

Menjelang akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia merupakan masyarakat kolonial yang serba terbelakang. Pejajahan serta Penindasan mengakibatkan kemunduran segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Dalam bidang politik misalnya dalam pemerintahan, samua jabatan-jabatan penting berada di tangan bangsa asing, sedangkan bangsa Indonesia hanya menduduki jabatan-jabatan rendah, selain itu pihak penjajah selalu mananamkan benih-benih perpecahan dengan manjalankan politik "devide et impera". 

Dalam bidang ekonomi, keadaan bangsa Indonesia sangat menderita karena penghasilan, yang sangat rendah diterime oleh rakyat Indonesia, dengan bekerja sebagai buruh upah pada perkebunan-perkebunan milik swasta. Rakyat dipaksa untuk maningkatkan produksi, sedangkan dalam lingkungan ekonomi tradisional, masyarakat Indonesia hanya mengenal perusahaan rumah atau karajinan tangan sehingga tidak ada ketrampilan yang berkembang. 

Dalam bidang pendidikan, pihak penjajah tidak memperhatikan kapentingan Pendidikan bagi bangsa Indonesia, sehingga pada umumnya rakyat Indonesia tidak pandai membaca dan menulis. Sedangkan kesempatan pendidikan hanya diberikan kepada anak-anak kaum bangsawan, pegawai negeri, anak-anak orang-orang yang berkedudukan atau berstatus sosial tinggi. 

Dalam bidang budaya, kaum penjajah berhasil memasukkan nilai-nilai budaya asing, sehingga memgakibatkan merosotnya beberapa budaya Indonesia dan hampir kehilangan kepribadiannya. Kesemuanya merupakan akibat langsung dari politik kolonial Belanda. Bumi Indonesia merupakan objek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah, sistem tanam paksa berkembang sebagai suatu usaha berskala tinggi dengan mengidentifikasikan pemerintah sebagai pengusaha dengan NEDERLANDSCHE HANDELS SCHAPPIJ sebagai agen tunggal dan pulau Jawa merupakan sebuah perusahaan negara yang besar.

Perkembangan salama abad 19 di berbagai bidang yang membawa akibat sangat menyolok, yaitu dengan adanya urbanisasi. Dengan timbulnya perusahaan perkebunan, pardagangan, pengangkutan hasil maka jumlah penduduk yang pindah ke kota dan munculnya pusat-pusat perusahaan semakin banyak. Dengan adanya perusahaan-perusahaanBarat maka diperlukan adanya administrasi menurut sistem Barat. Apabila dipandang dari sudut ini maka pemerintah bersikap dualistis. Di satu pihak pemerintah Hindia Belanda memerlukan pegawai- pegawai pribumi yang terampil dan berpendidikan yang disesuaikan dengan sistem pemerintahan yang modern, di samping itu pemerintah Hindia Belanda pun menambah jumlah pegawai pamong Praja Belanda dalam rangka intensifikasi administrasi. Sistem dualistis ini dipakai untuk mempertahankan politik eksploitasi.

Menjelang pergantian abad ke-19 samakin gencar diloncarkan kritik- kritik terhadap pemerintah Belanda terutama yang menyangkut nasib rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan karena di kalangan masyarakat luas kemudian timbul kesadaran akan sikap humanitarisme dalam hubungan kolonial yaitu memperhatikan nasib rakyat pribumi. Program dari berbagai golongan politik semuanya dan secara serentak menitikberatkan tanggung jawab moril dalam melaksanakan politik kolonial. Kesadaran akan tujuan kolonial ini diperkuat oleh masalah-masalah yang timbul pada dasa warsa terakhir abad ke-19, yaitu masalah keuangan bersama antara Indonesia dan negeri Belanda masalah kemiskinan rakyat yang berlawanan dengan kemajuan industri parkebunan.

Politik baru yang kemudian diperjuangkan terutama bertujuan untuk mengadakan desentralisasi rakyat yang kemudian politik ini dikenal dengan nama politik etis.

Kurikulum Baru Utamakan Kompetensi Berimbang

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan segera memaparkan mengenai perombakan kurikulum yang akan dilakukan untuk tahun ajaran 2013/2014 kepada Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono. Kurikulum baru ini lebih mengutamakan kompetensi anak yang tecermin dalam tiga hal. 

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan bahwa materi yang akan disampaikan kepada Wakil Presiden masih ada kemungkinan berubah. Hal tersebut tergantung masukan yang diberikan oleh orang nomor dua di Indonesia tersebut. "Yang disampaikan besok juga belum final. Tapi kami lebih utamakan untuk mendapatkan kompetensi yang berimbang. Jadi yang pertama attitude. Selanjutnya skill dan knowledge," kata Musliar kepada Kompas.com, Senin (12/11/2012). 

Sementara untuk jumlah mata pelajaran masing-masing jenjang sekolah akan diajukan sesuai dengan yang telah diberitakan sebelumnya. Untuk tingkatan sekolah dasar (SD), hanya akan ada enam mata pelajaran wajib, yaitu PPKn, Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Seni Budaya, dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes). Untuk jenjang SD ini, Kemdikbud memang lebih menitikberatkan pada pembentukan sikap sehingga diharapkan muncul generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mempunyai sikap yang baik dan bijak ke depannya. "Untuk mata pelajaran wajib tetap enam. Tapi itu bukan berarti tidak ada sains. Sains tetap ada untuk anak SD tapi diintegrasikan dengan mata pelajaran lain," katanya. 

Seperti diketahui, kurikulum baru yang akan diberlakukan pada tahun ajaran 2013/2014 ini memiliki sasaran dalam setiap jenjang. Untuk tingkat SD, diprioritaskan untuk pembentukan sikap. Sementara tingkat SMP difokuskan untuk mengasah keterampilan dan untuk tingkat SMA dimulai membangun pengetahuan. Kurikulum baru fokus pada attitude, skill, dan knowledge.

 Sumber:http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/12/15240126/Kurikulum.Baru.Utamakan.Kompetensi.Berimbang