Sabtu, 05 April 2014

Sepak Bola dan Politik di Jawa, 1920-1942



Olahraga khususnya sepak bola merupakan salah satu kebudayaan Barat yang banyak berpengaruh dalam kehidupan rnasyarakat Jawa pada abad XX. Hal tersebut dikarenakan sepak bola sangat betkembang di karangan masyarakat.  Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan dan ketenaran sepak bola adalah sifat dari olahraga itu sendiri , antara lain yang pertama; olahraga ini sangat sederhana sehingga mudah dimainkan, kedua; sepak bola merupakan satu olahraga yang tepat untuk menyalurkan kepenatan psikis maupun psikologis. Adapun faktor luar adalah peran aktif dari penggemar sepak bola yang menjadikan olahraga  ini sebagai pilihan utama rekreasi, dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendirian klub-klub sepak bola dan dipergunakannya sebagai suatu institusi bisnis. Faktor lain yang tak kalah penting yakni semakin berkembangnya system transportasi dan komunikasi di pulau Jawa.
Pengaruh sepak bola ini bukan hanya menyangkut keadaan ekonomi masyarakat Jawa melainkan juga kondisi sosial dan politiknya. Karena penetrasi ekonomi asing dan kepadatan penduduk, maka perluasan dalam lapangan kerja mulai dilakukan. Munculnya stedenwedstrijden di Semarang menyebabkan orang-orang tak lagi menganggap sepak bola sekedar sebagai sarana rekreasi, tetapi lebih dari itu yakni sebagai lahan untuk mengumpulkan uang. Sejak saat itu berbagai perusahaan dan rombongan sandiwara keliling mendirikan klub-klub sepak bola dengan menggunakan pemain bayaran.
Perluasan kerja dalam sepak bola tersebut membawa akibat bagi mobilitas sosial orang-o rang bumiputra. Jika semula hanya golongan-golongan tertentu yang dapat bermain dan masuk dalam perkumpulan sepak bola Belanda, maka dengan permainan ini orang-orang yang tak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dan bukan pula keturunan bangsawan bisa bergaul dengan masyarakat golongan atas.
Meskipun sepak bola turut mendobrak garis pemisah antara penguasa dan yang dikuasai seperti yang ditetapkan oleh pemerintah, tetapi masih saja golongan Belanda yang mengatur. Karena pada dasarnya sistem masyarakat Jawa selama periode kolonial berada di tangan Belan da, yang juga bertindak sebagai pengawas semua perlengkapan kekuasaan yang ada. Berdasar hukum yang berlaku itu, maka urutan masyarakat telah ditentukan dengan rnenempatkan orang Belanda dan Eropa lain diurutan teratas. Diikuti oleh golongan bumiputra, meskipun golongan yang terakhir ini memiliki kecakapan yang setaraf dengan orang- orang Eropa.
Nederlandsch lndische Voetbal Bond (NIVB) merupakan organisasi sepak bola Belanda yang dibentuk oleh bangsa Belanda untuk mempertahankan prestise dan salah satu kepanjangan politik mereka dalam bidang olahraga terutama sepak bola. NIVB ini menetapkan peraturan-peraturan tentang keanggotaan maupun kompetisi yang diadakan. Karena pemain dari luar bangsa Eropa terbatas bagi orang-orang yang berkemampuan terbaik dan golongan tertentu, maka orang-orang Tionghoa dan bumiputra yang tak bisa masuk NIVB berusaha mendirikan perkumpulan sepak bola sendiri.
Seiring dengan munculnya kaum terpelajar akibat dijalankannya politik etis dan bergemanya ide-ide nasionalisme menggugah hati para perintis kemerdekaan akan pentingnya olahraga. Mereka menyadari bahwa olahraga tidak saja dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk membentuk fisik dan mental tetapi juga sebagai alat perjuangan bangsa terutama dalam memupuk rasa kebangsaan. Dengan kemajuan berpikir dan tumbuhnya kesadaran berorganisasi maka para cendekia merasa bahwa perjuangan bangsa melalui olahraga tidak akan mencapai hasil yang diharapkan tanpa adanya organisasi olahraga. Akhirnya kaum pergerakan dan tokoh-tokoh olahraga bumiputra berhasil mendirikan PSSI pada tahun 1930. Pada tahun yang sama orang-orang Tionghoa mendirikan pula organisasi sepak bola dengan nama Hwa Nan Voetbal Bond. Dengan demikian ada tiga organisasi sepak bola di Indonesia, yakni NIVB milik bangsa Belanda, PSSI yang didirikan oleh Indonesia dan HNVB yang dibentuk oleh bangsa Tionghoa.
Sejak lahirnya dua organisasi sepak bola tersebut aspek politik semakin berpengaruh dalam sepak bola di Jawa. Ketiga organisasi sepak bola itu mulai bergerak untuk mendukung tujuan masing-masing. Bangsa Tionghoa yang merasa berbeda dengan bangsa Belanda ataupun pribumi aktif mengundang kesebelasan dari negeri moyangnya untuk menyamai NIVB. Bangsa Belanda dengan diskriminasi rasnya berusaha menghalangi setiap langkah HNVB dan PSSI untuk memajukan organisasi sepak bola mereka. Boikot sepak bola pada tahun 1932 merupakan puncak kekesalan orang-orang Tionghoa atas sikap dominasi Belanda dalam bidang sepak bola. Konflik yang semula antara perhimpunan sepak bola Belanda dengan pers Tionghoa peranakan di Surabaya menjadi pembentukan front persatuan antara kaum Tionghoa peranakan, Arab peranakan, dan orang-orang Indonesia.
Diskriminasi sepak bola terutama dialami oleh PSSI, anggota-anggotanya sangat sulit untuk mengadakan pertandingan dengan klub luar PSSI, tetapi dengan keberhasilan VIJ dalam menahan serangan SIVB yang diperkuat pemain NIVB pada pertandingan PSSI tahun 1933 membuat NIVB rnenaruh hormat terhadap keperkasaan PSSI. Jika sebelumnya NIVB berupaya menyingkirkan PSSI, berkat konsistensinya pada tujuan semula untuk mendidik rasa kebangsaan rakyat, bekerja jujur, dan terencana serta rela berkorban, membuahkan hasil pertandingan yang berrnutu. Maka NIVB mengajak PSSI bekerja sama untuk mengembangkan sepak bola di Indonesia.
Tercapainya kesepakatan antara NIVB  dengan PSSI tertuang dalam Gentlement’s Agreement merupakan momen yang sangat bermakna bagi bangsa Indonesia. Meningkatkan kepercayaan mereka bahwa kondisi yang seburuk apapun, sarana dan prasarana yang tak memadai dan serba terbatas, serta tekanan destruktif Pemerintah Hindia Belanda tak membuat surut langkah orang-orang bumiputra. Demikianlah permainan sepak bola berhasil memainkan perannya dalam kehidupan ekonomi, sosial dan penyalur inspirasi kaum pergerakan baik dalam usaha untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa maupun sebagai wahana berdiskusi serta kelahiran Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia merupakan titik awal perkembangan olahraga nasional.

Sumber: 

Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920-1942 karya Srie Agustina Palupi